AllBestEssays.com - All Best Essays, Term Papers and Book Report
Search

Lomba Crude Palm Oil (indonesian)

Essay by   •  September 27, 2011  •  Research Paper  •  6,589 Words (27 Pages)  •  2,096 Views

Essay Preview: Lomba Crude Palm Oil (indonesian)

Report this essay
Page 1 of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu penyokong terbesar devisa negara Indonesia. Kelapa Sawit menyumbang sekitar 12% bagi pendapatan negara. Pada awal tahun 2008 pendapatan ekspor dari CPO mencapai US$ 1.984,26 juta meskipun pada tahun berikutnya mengalami penurunan sebesar 54,02 persen menjadi US$ 912,37 juta karena penurunan harga CPO dunia yang terkena pengaruh dari krisis keuangan global yang menyebabkan harga minyak dunia turun termasuk juga harga CPO. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia meningkat dengan tajam dari 450.000 ton pada tahun 1976 menjadi 11,6 juta ton pada tahun 2008 (lihat tabel 1.2.). Kemudian sejak tahun 2009 kemarin ketika produksi Malaysia turun sebesar 3,9 persen Indonesia menjadi pemain terbesar dalam menghasilkan CPO. Dengan lahannya yang terluas sangat memungkinkan bagi Indonesia untuk terus mengembangkan industri CPO yang memiliki prospek sangat baik ke depannya.

Bahkan, menurut perkiraan peningkatan konsumsi minyak makan dunia pada tahun 2020 mencapai 232,4 juta ton. Jumlah ini meningkat cukup pesat dibandingkan tahun 2006 sebesar 166,5 juta ton. Artinya dalam 14 tahun akan terjadi peningkatan konsumsi 40%. Minyak sawit berkontribusi sebesar 27,5% (Deptan, 2010).

TABEL 1.1. KINERJA EKSPOR PRODUK CPO INDONESIA

Komponen Jan-Mar 2008 Jan-Mar 2009 %

Pendapatan ekspor (US$ juta) 1.984,26 912,37 -54,02%

Volume ekspor (juta ton) 2,15 1,91 -11,20%

Nilai Transaksi (US$/ton) 924,22 478,55 -48,22%

Sumber: Greenomics Indonesia, diolah dari data BPS, Depdag, dan Depperin (Juni 2009)

Indonesia sendiri mengkonsumsi sekitar 45% dari produksi minyak kelapa sawitnya untuk bahan baku industri minyak goreng. Indonesia juga merupakan negara pengkonsumsi minyak kelapa sawit terbesar di antara negara-negara sedang berkembang. Pada tahun 2005, Indonesia mengkonsumsi sebesar 5,5 juta minyak kelapa sawit dengan 1,46 juta ton merupakan minyak inti sawit (lihat tabel 1.3). Dari jumlah tersebut 76,75% dalam bentuk minyak goreng, 7,12% sabun dan deterjen dan oleo-chemicals sebesar 9,62%. Data PPKS menunjukkan, sekitar 75 persen dari semua CPO Indonesia diekspor ke pasar internasional.25 persen dikonsumsi domestik. Penggunaannya adalah untuk bahan baku industri pangan 80-85% dan industri nonpangan (15-20%).

TABEL 1.2. MINYAK INTI SAWIT (1000 T)

TAHUN PRODUKSI EKSPOR KONSUMSI

2004 1.281 904 403

2005 1.460 1.043 402

2006 1.682 1.274 440

2007 1.820 1.335 475

2008 2.065 1.516 509

Sumber : Oil World Database, 2008

Dari tabel 1.2 di atas dapat kita lihat porsi dari minyak inti sawit yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor. Hingga tahun 2008 porsi untuk ekspor minyak inti sawit selalu lebih besar daripada untuk konsumsi dalam negeri. Mengapa demikian? Hal tersebut dapat terjadi karena harga dunia lebih tinggi daripada ketika produsen menjualnya di dalam negeri. Meskipun kita lihat betapa konsumsi produk turunan CPO di Indonesia khususnya berupa minyak goreng merupakan tertinggi di antara negara lainnya, namun tentu saja harga jual lebih tinggi untuk ekspor. Apalagi sejak terjadi booming biofuel di Indonesia dari akhir tahun 2007 hingga awal 2008, permintaan CPO dalam negeri mengalami peningkatan namun tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup sehingga menyebabkan harga CPO saat itu melonjak tinggi. Dari gambar 1.1 di bawah ini dapat kita lihat pergerakan harga CPO bulanan dari tahun 2007 hingga Juli 2008 yang berada pada puncak harga, kemudian pada akhir tahun 2008 hingga Januari 2009 mengalami penurunan yang cukup tajam karena dampak krisis keuangan global. Namun banyak kalangan yang memandang bahwa dampak krisis tersebut tidak akan lama. Hal ini dapat ditunjukkan pergerakan harga bulan Desember 2008 ke Januari 2009 telah mengalami sedikit peningkatan. Bahkan diprediksi permintaan CPO akan terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri biodiesel .

Gambar 1.1. Harga bulanan CPO Januari 2007-Januari 2009 (USD per ton)

Sumber: World Bank (2009)

Namun di tengah iklim industri yang prospektif tersebut isu lingkungan seputar industri CPO terus disuarakan dari berbagai kalangan baik itu LSM dalam negeri maupun luar negeri. Ada satu LSM khusus yang mengawasi industri CPO dalam negeri seperti Sawit Watch dan Green Economics serta WALHI yang terus melakukan kampanye lingkungan seputar industri CPO tersebut.

Bahkan Uni Eropa sempat mengeluarkan regulasi pembatasan konsumsi dari impor CPO. Ketua I Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) sekaligus Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun menyebutkan ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa masih terganjal regulasi Uni Eropa mengenai batas penghematan efek rumah kaca yang disebabkan bahan bakar fosil dan nabati. Syarat-syarat tersebut diajukan Uni Eropa untuk menjamin penghematan efek rumah kaca bagi minyak fosil dan nabati. Namun, hal itu dapat menghambat ekspor CPO Indonesia ke pasar Eropa yang potensial (Bisnis Indonesia Online, April 2009).

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan banyak regulasi seputar penanggulangan kerusakan lingkungan akibat industri tersebut. Namun di sisi lain pemerintah juga terus berupaya untuk mengembangkannya salah satunya adalah dengan perluasan lahan yang menuai banyak protes dari berbagai LSM lingkungan serta peraturan mengenai pembukaan lahan gambut untuk industri CPO. Dari Departemen Pertanian sendiri terus mengupayakan penelitian untuk pengembangan CPO yang ramah lingkungan dengan bekerja sama dengan berbagai kalangan seperti akademisi maupun lembaga penelitian lainnya. Sedangkan pihak pemerintah juga mendukung usaha para pengusaha CPO dalam kampanye positif mengenai manfaat CPO. Dalam berbagai tulisan telah banyak pula kritik yang dilancarkan mengenai keakuratan data dari LSM lingkungan tersebut. Akibatnya jarang sekali ada kesatuan dari pengusaha dengan LSM lingkungan.

Melihat kondisi industri yang prospektif untuk menunjang pembangunan dalam negeri tersebut serta dampaknya terhadap lingkungan, tentunya hal ini merupakan kondisi yang cukup dilematis bagi pemerintah dan masyarakat.

...

...

Download as:   txt (50.3 Kb)   pdf (475.8 Kb)   docx (31.4 Kb)  
Continue for 26 more pages »
Only available on AllBestEssays.com