Tugas Mata Kuliah
Essay by mard10no • December 5, 2016 • Term Paper • 5,690 Words (23 Pages) • 1,156 Views
[pic 1]
TUGAS AKHIR MATA KULIAH
PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI PUBLIK
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MELALUI PERAN REFORMASI BIROKRASI: BEST PRACTICE MALAYSIA DAN SINGAPURA
[pic 2]
Oleh:
MARDIONO
NIM: 15/388794/PSP/27091
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MELALUI PERAN REFORMASI BIROKRASI: BEST PRACTICE MALAYSIA DAN SINGAPURA
Reformasi tahun 1998 menjanjikan lahirnya Indonesia baru yang lebih demokratis, sejahtera, berkeadilan, dan bermartabat. Namun pada kondisi sekarang ini, jalan menuju pemenuhan janji-janji reformasi itu tampak semakin melenceng dan penuh dengan ketidakpastian. Selama 17 tahun sejak fase reformasi itu pula Indonesia terbelenggu dalam transisi yang berkepanjangan. Secara operasional, bangsa Indonesia telah mengalami berbagai kondisi rezim-rezim pemerintahan yang berbeda. Masing-masing penguasa rezim telah meninggalkan klaim keberhasilan dan catatan kekurangan dalam memberikan sumbangsih bagi pencapaian tujuan bernegara. Pengungkapan perjalanan bangsa Indonesia dapat berlangsung dalam waktu yang panjang. Namun dalam setiap tahap perjalanan, hampir pasti ada eksistensi birokrasi dan perannya dalam menjadikan pemerintahan dirasakan kehadirannya dan bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat. Kesadaran dan sekaligus kebutuhan akan birokrasi yang sedemikian penting itu menjadi landasan yang tak terbantahkan bagi perlunya untuk terus menerus melakukan reformasi birokrasi.
- Konsepsi Birokrasi
Birokrasi dalam kehidupan negara modern adalah institusi pelaksana untuk mencapai tujuan pemerintahan. Birokrasi sebagaimana diyakini oleh Max Weber adalah organisasi yang paling cocok bagi masyarakat modern untuk menciptakan efisiensi dalam kehidupan mereka. Kecocokan ini bermula dari landasan pembangunan birokrasi di atas nilai dan sumber kekuasaan yang bersifat “legal-rational”, dan oleh karena itu diharapkan tidak mengenal terjadinya diskriminasi bagi setiap warganegara.
Birokrasi sebagai suatu institusi yang tak terhindarkan kehadirannya dalam pemerintahan modern dipahami dan diartikan secara berbeda-beda oleh setiap orang. Keanekargaman pemahaman dan pengertian tersebut sangat dimungkinkan terjadi karena birokrasi memiliki perspektif yang beragam pula. Beberapa perspektif yang dimiliki oleh birokrasi, yakni: manajemen, politik, hukum, sosiologis, dan ekonomi.
Perspektif manajemen adalah perspektif yang paling sering digunakan dalam memaknai dan memahami birokrasi. Dengan perspektif manajemen, birokrasi dipahami sebagai suatu institusi penyedia pelayanan publik. Secara umum dipahami bahwa pelayanan publik sangat berhubungan dengan kebutuhan publik, yang jumlah dan kualitasnya bervariasi dan tak terbatas. Disisi yang lain juga dipahami bahwa birokrasi menghadapi kondisi yang sebaliknya, yakni sumberdaya yang terbatas. Oleh karena itu, dalam perspektif manajemen tema sentral dari birokrasi adalah bagaimana menyediakan pelayanan publik yang efisien, efektif, dan berkesinambungan. Tema selanjutnya adalah bagaimana secara terus menerus meningkatkan kapasitas dan kompetensi birokrasi.
Perspektif politik dimaknai birokrasi sebagai suatu organisasi pengakomodasi kepentingan. Dengan perspektif ini birokrasi dipandang sebagai suatu wadah dari berbagai kekuatan terorganisir untuk mempengaruhi kebijakan pemerintahan. Implikasinya adalah terbangunnya pemahaman bahwa birokrasi adalah ajang perebutan pengaruh dan kekuasaan, yang ada di dalam sistem demokrasi dilakukan melalui pemilihan umum yang adil dan kompetitif. Oleh karena itu poin penting dari birokrasi dalam perspektif politik adalah bagaimana mewadahi kepentingan dari kekuatan terorganisir yang memenangkan pemilihan umum agar tetap dalam koridor eksistensi pemerintahan untuk kesejahteraan rakyat.
Perspektif hukum memaknai birokrasi sebagai suatu institusi yang berdiri di atas pondasi kesepakatan sosial untuk hidup bersama dalam suatu keteraturan. Perspektif ini memandang hukum sebagai suatu pengaturan tentang perilaku bersama yang ditetapkan melalui mekanisme kesepakatan bersama. Setiap negara memiliki mekanisme kesepakatan bersama masing-masing. Namun secara umum mekanisme tersebut menunjukkan konfigurasi pembagian kekuasaan pemerintahan dan keterkaitan penyelenggaraannya melalui proses checks and balances dari para penyelenggara kekuasaan pemerintahan tersebut. Oleh karena itu, tema sentral dari birokrasi dalam perspektif hukum adalah bagaimana membangun birokrasi yang bersih dan berorientasi hukum.
Pada perspektif sosiologis, birokrasi dimaknai sebagai suatu institusi yang seharusnya menjadi cermin dari keberadaan masyarakatnya. Pemaknaan tersebut pertama-tama menegaskan bahwa sebagai suatu institusi birokrasi dipahami secara terus menerus melakukan interaksi dengan masyarakat. Kedua, kontinuitas interaksi dengan masyarakat tersebut berlangsung intensif. Implikasinya adalah jika kontinuitas tersebut terhenti, maka birokrasi akan mengalami ancaman keberlangsungan eksistensinya. Dalam khasanah kearifan bangsa Indonesia, perspektif sosiologis mensyaratkan birokrasi untuk dipahami dengan logika “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung” dan dengan suatu kesadaran bahwa “lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya”. Oleh karena itu, tema sentral dari birokrasi dalam perspektif sosiologis adalah bagaimana birokrasi dibangun sesuai dengan karakteristik dan nilai-nilai masyarakat.
Perspektif ekonomi memaknai birokrasi sebagai suatu institusi sekaligus aktor dalam fungsi-fungsi produksi dan distribusi kemanfaatan kepada masyarakat. Dalam fungsi produksi, birokrasi secara umum merupakan institusi yang mendorong berkembangnya mekanisme pasar, selain juga ikut berperan sebagai produsen bagi penyediaan barang-barang publik (public good).
Istilah birokrasi pertama kali diungkapkan pada tahun 1745 oleh Vincent de Gournay (dalam Halevy 2011) yang menyatakan bahwa birokrasi untuk menggambarkan kekuasaan besar yang dipegang oleh pejabat pemerintah. Birokrasi diperspektifkan negatif karena pada awal abad ke 18 birokrat di Eropa memperlihatkan dirinya sebagai kelompok penjahat yang memerintah dengan kekuasaan yang memaksa rakyat, sementara para pejabat tersebut bersenang-senang, sewenang-wenang, dan tidak efisien. Makna birokrasi juga dikemukakan oleh Gaetano Mosca, bahwa dalam setiap masyarakat selalu terdapat dua kelompok, yaitu kelompok yang memerintah dan kelompok yang diperintah. Meskipun kelompok yang memerintah jumlahnya selalu lebih kecil dari kelompok yang diperintah, namun kelompok yang memerintah selalu mengorganisasikan dirinya untuk memberikan layanan kepada kelompok yang diperintah agar tetap bisa mempertahankan kekuasaannya. Birokrasi dalam pandangan Mosca, selain sebagai alat untuk menjalankan kekuasaan kelompok yang memerintah, juga sebagai upaya untuk mengakomodasi kelompok-kelompok yang tidak berkuasa namun berbakat dan ambisius (dalam Havely 2011: 22).
...
...