Perekonomian Indonesia
Essay by Felicia Joe • May 22, 2016 • Essay • 2,628 Words (11 Pages) • 1,270 Views
POLICY PAPER REVIEW
UJIAN AKHIR SEMESTER PEREKONOMIAN INDONESIA
EVALUASI KEBIJAKAN BANK INDONESIA UNTUK MEMPERTAHANKAN BI RATE
[pic 1]
Dibuat oleh:
Felicia Joe (1306411146)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia
Semester Ganjil TA 2015/2016
STATEMENT OF AUTHORSHIP
“Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan dan/atau digunakan sebagai bahan untuk tugas pada mata ajaran lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya menggunakannya.
Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarism.”
Nama Mahasiswa : Felicia Joe
NPM : 1306411146
Tandatangan :
Mata Ajaran : Perekonomian Indonesia
Judul Makalah : Evaluasi Kebijakan Bank Indonesia untuk Mempertahankan BI Rate
Tanggal : 16 Desember 2015
Dosen : Nining I. Susilo
Asisten : Devin
Latar Belakang
Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Suku bunga Bank Indonesia atau lebih dikenal dengan BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 November 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50%, dan Lending Facility pada level 8,00. Sementara itu, RDG memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah, dari sebelumnya 8,0% menjadi 7,50%, berlaku efektif sejak 1 Desember 2015.
Langkah BI untuk tetap mempertahankan BI Rate tersebut banyak menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Beberapa ekonom menilai bahwa keputusan BI sudah tepat mengingat adanya ketidakpastian dari kondisi perekonomian global menyusul rencana kenaikan FFR (Fed Fund Rate) oleh the Fed dan kebijakan moneter lainnya yang dilakukan oleh bank sentral-bank sentral di dunia yang dpat menggangu stabilitas ekonomi Indonesia. Penurunan BI Rate juga dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko keluarnya dana asing (capital outflow) dari pasar domestik yang akan memukul rupiah dan berdampak pada perkonomian Indonesia. Namun, pemerintah dan pengusaha merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menurunkan BI Rate yang diyakini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang melambat. Selain itu, tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2015 dan 2016 diperkirakan akan berada dalam rentang sasaran inflasi 4±1% sehingga BI Rate seharusnya ikut turun. Indikator ekonomi di dalam negeri lainnya pun, seperti nilai tukar rupiah dam defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) terlihat membaik. Sepanjang tahun ini, pelemahan rupiah sudah terpangkas dari 17-18% pada September lalu menjadi minus 8,32% dan CAD sekitar 2% lebih rendah dari prediksi semula sekitar 2,2% sampai 2,3%. Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk menilai apakah kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia sudah tepat sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan stablitas ekonomi makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga.
Analisa
Indonesia sebagai negara dengan perekonomian kecil terbuka memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi pada perekonomian global dan perubahan harga internasional serta tingkat kerentanan yang tinggi terhadap goncangan dari luar negeri (Arif dan Tohari, 2006). Tak heran, jika pengaruh ekonomi dunia dan keberaragaman kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, dan Tiongkok berdampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan Indonesia.
Di AS, pertumbuhan ekonominya masih moderat yang terindikasi dari ekspansi manufaktur dan ekspor yang masih lemah. PMI Manufaktur AS pada Oktober 2015 masih dalam area ekspansif (50,1) namun sedikit lebih rendah dibandingkan September 2015 (50,2) (Grafik 1.1). Namun demikian, sektor tenaga kerja AS menunjukkan perbaikan, tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun serta pertumbuhan gaji dan data non-farm payroll yang meningkat (Grafik 1.2). Perkembangan tersebut semakin meningkatkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan Fed Fund Rate pada FOMC Desember 2015 yang digambarkan pada indikator implied probability suku bungan FFR dari hasilsurvey bloomberg (Grafik 1.3 dan 1.4).
Sementara itu, pemulihan ekonomi di Eropa dan Jepang masih rentan yang tercermin pada tingkat inflasi Eropa yang masih rendah (Grafik 1.5) dan tren negatif pertumbuhan gaji Jepang (Grafik 1.6) sehingga mendorong berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di kedua negara tersebut. Perekonomian Tiongkok juga masih mengalami perlambatan, antara lain terindikasi oleh kontraksi PMI (Purchasing Manager Index) manufaktur seiring penurunan permintaan ekspor (Grafik 1.7), sehingga mendorong dilakukannya pelonggaran kebijakan moneter. Pemerintah Tiongkok juga melakukan langkah-langkah reformasi pasar keuangan dan internasionalisasi renminbi.
...
...